Indonesia merupakan negara dengan tingkat kelaparan tertinggi ke 3
(tiga) se Asia Tenggara (Global Hunger Index,2021). Untuk itu desa harus
segera bersiap melaksanakan langkah-langkah pencegahan krisis pangan.
Disamping hal tersebut, Indonesia juga memiliki tantangan yang cukup
besar dalam hal upaya pemenuhan ketahanan pangan, disebabkan
wilayah Indonesia memiliki karakter yang beragam dan laju pertumbuhan
penduduk yang terus bertambah 1,1% per tahun (setara dengan 2,5 Juta
orang).
Tingginya tingkat kelaparan tersebut juga berdampak besar pada
aspek kesehatan di Indonesia, terutama terkait dengan pemenuhan gizi.
Hal ini dibuktikan berdasarkan Data Survey Status Gizi Balita Indonesia
(SSGBI) tahun 2021, prevalensi stunting saat ini masih berada pada angka
24,4% atau 5,33 juta balita. Untuk menghadapi kondisi krisis pangan
tersebut, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
mengamanatkan bahwa tujuan Pembangunan Desa adalah meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta
penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar,
pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi
ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan
secara berkelanjutan. Hal ini kemudian diperkuat dengan adanya
Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2021 tentang APBN yang
menyatakan bahwa Dana Desa ditentukan penggunaannya untuk program
ketahanan pangan dan hewani paling sedikit 20% (dua puluh persen),
dengan harapan mampu menyiapkan sedini mungkin Desa menghadapi
krisis pangan.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi mendorong penggunaan Dana Desa dalam mewujudkan
ketahanan pangan secara mandiri, kolaboratif, dan berkelanjutan sesuai
dengan amanat SDGs Desa.
Berikut dokumentasi kegiatan dalam menjalankan Amanat Peraturan tersebut diatas:
Penilaian Kelompok Wanita Tani di Padukuhan Kamal |
Pencananang Kulon Progo TOP |