Desa Karangsari (26/10). Dalam rangka Kaji Banding Program Penanggulangan Stunting serta implementasi STBM di desa, Pemerintah Desa se-Kecamatan Banua Lawas Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan melakukan kunjungan kerja ke Desa Karangsari. Kamis (24-10-2019) Sejumlah 29 peserta lawatan terdiri atas Camat, Persatuan Kepala Desa se Kecamatan Banua Lawas beserta Perangkat Desa, tiba di desa Karangsari.
Kedatangan rombongan diterima oleh Kepala Desa Karangsari. Dalam sambutannya, Mujirin menyampaikan kondisi umum Desa Karangsari, termasuk terkait upaya penanggulangan stunting yang menjadi fokus sejak 2017. Yakni, ketika Desa Karangsari ditetapkan sebagai desa lokus stunting di Kabupaten Kulon Progo.
Penanggulangan stunting di desa Karangsari dilakukan dengan konvergensi, melibatkan lintas sektoral yang ada di desa. Pendekatan STBM di desa Karangsari juga menjadi poin strategis dalam upaya merubah perilaku dan pola hidup sehat, perilaku turut menjadi menyumbang penyebab utama terjadinya stunting.
Pendekatan 5 Pilar STBM Melalui Optimalisasi Potensi & Kearifan Lokal Desa
Sugeng Riyanto Kasi Kemasyarakatan Desa karangsari, membuka sesi diskusi pertama dengan memaparkan pelaksanaan STBM di Desa Karangsari.
Embrio kegiatan STBM di Karangsari telah ada sejak 2014 silam melalui pencanangan desa Karangsari Stop Buang Air Besar Sembarangan (ODF).
Dalam paparannya juga dijelaskan bagaimana implementasi 5 Pilar STBM di desa Karangsari dilakukan dengan optimalisasi potensi dan kearifan lokal desa. Upaya penanganan budaya buang air besar sembarangan, Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Potensi dan Kearifan Lokal, serta tahapan Pelaksanaan STBM di Desa Karangsari.
Tantangan dan kendala utama dalam implementasi pendekatan STBM di Desa Karangsari yakni :
- Kondisi geografis Desa Karangsari yang berbukit dikenal sebagai daerah sulit air khasnya pada musim kemarau. Hal itu membuat upaya pemenuhan sarana sanitasi khususnya jamban dengan leher angsa terkendala.
- Masih adanya sebagian masyarakat yang nyaman menggunakan jamban cemplung dengan kondisi belum memenuhi kaedah standar kesehatan.
- Cuci tangan Pakai Sabun yang belum menjadi budaya dimasyarakat, dan
- Stigma masyarakat tentang pembangunan sarana jamban yang memerlukan biaya besar, juga menjadi kendala tersendiri.
Upaya edukasi yang dilakukan ketika proses sosialisasi dan Pemicuan STBM dilakukan dengan metode pemberdayaan, dilaksanakan oleh natural leader STBM di 12 Pedukuhan yang ada, nyata sangat membantu memberi wawasan kesehatan lingkungan dan perilaku hidup sehat kepada masyarakat luas.
Kegiatan pemberdayaan masyarakat berbasis potensi dan optimalisasi kearifan lokal dalam program STBM dilakukan dengan melakukan gotong royong pembangunan jamban warga.
Pemanfaatan Padasan sebagai sarana cuci tangan, pemanfaatan daun pisang, daun kelapa, dan anyaman bambu sebagai upaya pengamanan makanan dan minuman, pengelolaan sampah, serta penanganan limbah cair rumah tangga yang tertutup dan tidak menggenang menjadi contoh pengoptimalan potensi lokal desa.
Petugas Sanitarian Puskesmas 2 Pengasih, turut menguatkan dengan memaparkan proses pelaksanaan program STBM di Desa Karangsari secara terperinci.
Sesi diskusi berlangsung 2 arah dan menarik. Anggota rombongan yang enggan disebutkan namanya, berkomentar bahwa kegiatan kaji banding memberi motivasi dan pemahaman bagaimana merancang dan melaksanakan Program STBM di desanya. (Dnt)