Dinamika perjuangan bangsa dan negara Indonesia dalam menentang penjajahan, meninggalkan seribu satu cerita sejarah. Aksi-aksi heroik anak bangsa yang dengan gagah berani dan penuh dengan keteguhan hati, rela berkorban bahkan nyawa sekalipun demi kemerdekaan bangsa dan negara, semestinya mampu menginspirasi generasi milenial hari ini dalam semangat Bela Negara.
Sejarah menyaksikan pasukan TNI pada tanggal 19 Desember 1948 dalam perlawanan menentang keganasan penjajah harus kalah total, gagal mempertahankan kota Yogyakarta yang dibombardir penjajah. Sebuah peristiwa yang dikenal dengan Agresi Militer Belanda II.
Latar belakang peristiwa itu telah ditetapkan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono dengan Keputusan Presiden No 28 Tahun 2006 yang menetapkan tanggal 19 Desember, diperingati sebagai Hari Bela Negara (HBN).
Sejarah Hari Bela Negara (HBN) dan Agresi Militer Belanda
Hari Bela Negara (HGN) tercetus dari peristiwa sejarah Perjanjian atas sengketa kedaulatan Indonesia antara Pemerintah Indonesia dengan Belanda yang diselenggarakan di atas Kapal Renville, armada laut milik Amerika Serikat yang berlabuh di Teluk Jakarta pada 17 Januari 1948 itu dikenal dengan Perjanjian Renville. Menjadi latar belakang peristiwa Agresi Militer Belanda. Antara faktor penting, penentu kemenangan Indonesia dalam upaya bela negara dan mempertahankan kemerdekaan, baik dengan jalan diplomasi maupun perang.
Sebelum perjanjian renville, Indonesia dan Belanda telah menandatangi perjanjian Linggarjati yang menyepakati wilayah Republik Indonesia Serikat (RIS). Namun keduanya menuduh masing-masing melanggar kesepakatan yang telah dilakukan kedua belah pihak. Belanda yang terus melakukan operasi militer pun turut memicu perlawanan para pejuang Indonesia, kontak senjata pun tak terelakkan.
Perjanjian renville dilaksankan atas nama demi sebuah gencatan senjata. Namun kesepakatan dalam isi perjanjian renville tersebut justru semakin menyudutkan posisi Indonesia. Sehingga pergolakan politik di internal pun semakin meruncing. Belanda pula memanfaatkan situasi dengan terus memperluas wilayahnya, mencederai perjanjian renville yang sebenarnya sudah merugikan Indonesia tersebut.
Sejarah Indonesia Kekalahan Berujung Menang | Bela Negara Melawan Belanda di Yogyakarta
Kepongahan penjajah mencapai puncaknya, saat terjadi peristiwa Agresi Militer Belanda II pada 19 Desember 1948 di Yogyakarta. Belanda tidak pernah menyatakan perang sebelumnya, sehingga tentara Indonesia tidak siap dengan serangan penjajah yang sangat mendadak, Indonesia pun kalah telak.
Serangan yang ditujukan untuk menangkap Pimpinan Politik dan militer Indonesia, Sukarno beserta para menteri itu diawali dengan pengeboman Bandara Maguwo Yogyakarta pada pagi 05.15 WIB. Yogyakarta waktu itu menjadi ibukota Indonesia kemudian dikuasai musuh dalam waktu yang sangat singkat.
Presiden Sukarno dan Moh Hatta pada tengah hari ditangkap oleh Belanda. Selain itu Belanda juga menangkap para menteri seperti Syahrir, Mohammad Roem, Agus Salim dan A.G. Pringgodigdo. Mereka langsung dibawa ke pengasingan di Prapat, Sumatra dan Pulau Bangka.
Namun momentum tersebut justru dimanfaatkan Indonesia untuk mendapatkan dukungan Internasional. Sementara Indonesia membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) untuk menunjukkan kepada dunia bahwa pemerintahan Indonesia yang sah masih ada. Sjafruddin Prawiranegara Menteri Kemakmuran yang berkedudukan di Bukit Tinggi kemudian diberikuasa oleh Presiden dan Wakil Presiden untuk memimpin PDRI.
Agresi Militer Belanda II juga memicu perlawanan gerilya disekitar Yogyakarta yang dipimpin langsung oleh Jenderal Sudirman. Belanda sangat kerepotan melawan strategi ini, sekaligus menunjukkan eksistensi Tentara Nasional Indonesia di bawah kendali PDRI kepada dunia Internasional membantah propaganda Belanda yang menyatakan pemerintahan Indonesia sudah tidak ada pasca agresi militer 2.
Puncak dari pembuktian eksistensi Pemerintahan Indonesia kepada dunia adalah saat terjadinya Penguasaan 6 Jam Kota Yogyakarta atau sering dikenal dengan peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949.
Selain perlawanan dengan jalan perang, jalan diplomasi juga terus dilakukan Indonesia melalui para diplomat seperti Palar, Sujatmoko, Sumitro dan Sudarpo yang kemudian berhasil meyakinkan kepada dunia, bahwa agresi militer Belanda II adalah wujud pelanggaran perjanjian damai renville.
PBB kemudian memaksa Belanda menghentikan operasi militernya serta membebaskan tawanan Pemimpin Indonesia. Amerika Serikat turut mengancam Belanda dengan menghentikan Bantuannya terhadap Negara Penjajah itu, sekiranya tidak segera menarik bala tentaranya dari bumi Indonesia.
Demikian sejarah singkat Hari Bela Negara yang diperingati setiap 19 Desember yang harus diketahui oleh generasi Milenial hari ini. Apalagi Milenial di Yogyakarta. Disarikan dari berbagai sumber.
Kontributor :
Sugeng Riyanto