Karangsari News (23/10) Kamal merupakan pedukuhan kecil di Desa Karangsari, Kecamatan Pengasih yang memiliki warisan peradaban Syiwa-Buddha, maupun masa mataram islam. Kajian singkat ini berusaha melihat secara sekilas tentang beberapa fakta historis yang pernah ada di Pedukuhan Kamal berdasarkan bukti-bukti sejarah.
Kamal sebagai ‘Pedukuhan’ tua.
Begitu pula di Kamal, terdapat seperti lingga, yoni, dan arca yang oleh masyarakat Kamal disebut sebagai ‘ lumpang-kenteng’ Dalam database Warisan Budaya Kulon Progo (2013:64-9) disebutkan beberapa benda purbakal seperti yoni, panjang 76 cm, lebar 76 cm, dan tinggi 81 cm dengan nomor inventarisasi BPCB E 17, cerat yoni panjang 30 cm, lebar 30 cm, dan tebal 18 cm dengan lebar saluran 2 cm, yang merupakan patahan dari yoni E 17 dengan inventarisasi BPCB E 18, arca, dan lingga tersebut berasal dari bawah bukit. Sementara itu , dan banyak batu bata merah yang juga ditemukan di sekitar lokasi (Profil Cagar Budaya Kabupaten Kulon Progo 2018:68 -9)
Jika dilihat dari historisnya, maka situs Kamal dengan berbagai barang-barang peninggalannya tersebut menandakan bahwa Kamal merupakan embrio desa (wanua) dari bagian kumpulan desa (watak) di Pinggiran Sungai Progo dan Bogowonto, terutama ketika wilayah ini masuk dalam “Wanua Mataram” sesuai prasasti Rukam tahun 907 atau pada abad ke 10 (Utomo 1982/1983:191)
Kamal : Pusat Islam Kulon Progo sampai Perang Jawa
Dalam penelitian Suratmin, di Kamal juga ditemukan 3 naskah manuskrip literatur Islam (kitab), selain 6 buah naskah lainnya di Pendem yang berisi masalah aqidah, fiqih, dan syariah.
Naskah tersebut pada bagian sampul terbuat dari bahan kulit binatang serta lembaran-lembarannya terbuat dari bahan daluwang (Suratmin 1997/98).
Kamal juga tidak jauh dari pusat Pengasih yang pada tahun 1818 telah berdiri sebuah masjid kecil di Pengasih -di sebelah timur makam Sasanalaya Pangaranan atau Sasana Sentanan- oleh Raden Mas Muhammad Darun (Sejarah Masjid Agung Pengasih, t.t). Di dekat Pengasih juga terdapat pengajaran pesantren di Clereng yang dipimpin oleh Kiai Barmawi, Pengaruh pesantren tersebut berada di beberapa desa, seperti Kamal, Kawisharjo, dan Sambiroto (Dipanegara 2016:491). Posisi Kamal, juga tidak jauh dari wilayah Clereng sebagai pusat komunitas santri dan ulama (pesantren) pimpinan Kiai Barmawi dan murid seniornya yaitu Kiai Marjan (Carey 2008:788,791). Oleh karenanya, maka kawasan Kamal-Clereng merupakan ajang perang Jawa pada Maret sampai Oktober 1828 (Djamhari 2014:115,154; Babad Dipanegara 2016:492-494).
Baca: Kamal Pedukuhan edukasi Sejarah Peradaban masa lalu
Kepala Distrik Pamejegan Dalem di Desa Pengasih
Pasca perang Jawa, atau tepatnya pada tahun 1831 wilayah Pengasih dijadikan wilayah Kabupaten Distrik Pemejegan Dalem (tanah pajak milik raja) Pengasih. Daerah Pengasih juga menjadi tanah palungguh Khusus bagi para putera mahkota dengan luas 1.200 karya dan tanah palunggah Pangeean Sentono terkemuka yaitu Pangeran Mangkubumi. Sejak tahun 1831, bupati wedana distrik Pamejegan Dalem -sebagai bupati Pengasih- harus dari keturunan darah ningrat yang terkemuka dan bergelar Raden Tumenggung (R.T.) (Rouffaer 1988:14,104,107).
Sejak tahun 1844, terjadi reorganisasi wilayah kedistrikan di seluruh Yogyakarta yang membagi distrik di Kabupaten Pengasih terdiri dari 14 distrik, seperti Serang, Djasoetan, Banjoemeneng, Ngoelakan, Djombokkan, Banaran, Kedoengsago, Kedoenggalik, Boetoeh, Panggang, Mahesan-kilen, Mahesan-wetan, Djantoeran, dan Pengasih. Dari semua jumlah distrik tersebut, Kabupaten Pengasih pada tahun 1884 terdiri atas 99 desa. Jumlah distrik dan desa tersebut seluruhnya masih sama sampai tahun 1896 (Regerings-Almanak 1 1884:82-3,1 1896:101-2)
Penduduk di Distrik Pengasih (Djantoeran, Pengasih, Kokap, dan Sermo) sampai tahun 1925 mencapai 53.970 jiwa (Gegevens over Djokjakarta 1925:140). Pada peta tahun 1861, diketahui bahwa Letak Kamal berdekatan dengan Kedoeng Tangkil, Poelo-Saren, Ngra(n)tjah, sebagai daerah distrik tersendiri, walaupun tidak ada penunjukan letak ibu kota distriknya, sedangkan di samping timurnya terdapat distrik yang berpusat di Pereng yang sangat luas sekali (Wilsen, t.t). Dalam peta tahun 1935, wilayah Kamal merupakan bagian dari kalurahan Kedoeng Tangkil, yang letaknya berada diantara beberapa suangi seperti Kali Djamoer (Kali Djombor?), Kali Ngrancah, dan Kali Tjoplen? (Herzein door den Topogradischendienst in 1933-1934,). Pada tahun 1948-Pedukuhan Kamal yang masuk menjadi bagian wilayah Kalurahan Kedungtangkil- Kalurahan Djasoetan dan Kedoengtangkil digabung menjdi kalurahan baru bernama Karangsaari (Maklumat No.5 th.1948).
Refrensi
Naskah tercetak
Dipanagara, K.P.A, Pangeran, Babad Diponegoro, Alih Aksara Gunawan, dkk, Yogyakarta,2016
Rouffaer, G.F., Praja Kejawen (Voorstenlanden), Alih Akasara Suharjo Hatmosuprobo, dkk, Yogyakarta, 1988.
Laporan resmi/Publikasi pemerintah
Gegevens Over Djokjakarta 1925.
Herzein door den Topografischendienst in 1933-1934, Auteursrechtvoorbenhouden Statblaad 1912, no.600, Reproductiebedrift Topografische Dienst, Batavia 1935.
Maklumat No.5 th. 1948 (Sekretariat Dewan Pemerintah Yogyakarta no. Pem. D/111/J/2 tanggal 22 April 1948.
Regerings-Alamanak voor Nederlendsch Indie I, Batavia Landsdrukkerji 1884.
Wilsen, K.F, Topograpihische Kaart der Residentie Djokjakarta, S’Gravenhage, t.t.
Karya Leksiografi
Database Warisan Budaya Kulon Progo, Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kulon Progo, 2013.
Profil Cagar Budaya Kabupaten Kulon Progo 2018, Kulon Progo: Dinas Kebudayaan Kulon Progo, 2018.
Ditulis oleh : Ahmad Athollah dan disampaikan dalam acara Tradisi Merti Dusun dan Saparan Pedukuhan Kamal karangsari tanggal 22 Oktober