You must have JavaScript enabled in order to use this theme. Please enable JavaScript and then reload this page in order to continue.
Loading...
Logo Kalurahan Karangsari
Kalurahan Karangsari

Kap. Pengasih, Kab. Kulon Progo, Provinsi Di Yogyakarta

Selamat Datang Di Situs Resmi Pemerintah Desa Karangsari, Pengasih, Kulon Progo, D.I. Yogyakarta

Sejarah #1 Babad Pedukuhan Gunung Pentul Desa Karangsari

Administrator 19 September 2019 Dibaca 1.923 Kali
Sejarah #1 Babad Pedukuhan Gunung Pentul Desa Karangsari

Sejarah Babad Pedukuhan Gunung Pentul yang kini secara administratif berada di wilayah Desa Karangsari, Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta ini, berawal dari sebuah niat baik para sesepuh yang melakukan kegiatan penyebaran agama islam di wilayah yang dahulunya bernama Gunung Malang.

 

Eyang Tanu Gati dan Sejarah Syi'ar Islam di Gunung Pentul

 

Tersebutlah nama Eyang Tanugati, Joko Klantung, Eyang Gadung Mlati, Den Bagus Gentho, dan Kyai Ahmad Dimang sebagai cikal bakal salah satu Dusun dalam perjalanan sejarah Desa Karangsari, yaitu Dusun Gunung Pentul.

Eyang Tanugati dan Joko Klantung yang sebelumnya telah berhasil melakukan penyebaran agama islam di Dusun Ngruno, kemudian melanjutkan perjalanannya ke sebuah Dusun bersebelahan, yang pada waktu itu masih dikenal dengan sebutan Pedusunan Gunung Malang.

Dikisahkan, Eyang Tanugati dan Joko Klantung mengundang Eyang Gadung Mlati dari Kliripan, Den Bagus Gentho dari Wono Kembang, dan Kyai Ahmad Dimang, seorang sesepuh pendatang dari wilayah Magelang dalam suatu majelis untuk bermusyawarah.

Majelis musyawarah tersebut mereka lakukan dengan rutin, tujuannya adalah untuk membahas strategi dan perkembangan upaya bersama dalam melakukan syi'ar, menyebarkan ajaran islam di kawasan Gunung Malang dan sekitarnya. Kegiatan itu selalu mereka lakukan di puncak sebuah bukit, yang disebut Puthuk Pentul.

Sejarah nama Puthuk Penthul bermula ketika waktu itu para sesepuh sedang bermusyawarah di sebuah bukit, seketika itu pula ada serombongan orang yang melintas. Mereka adalah warga dusun Kliripan yang hendak pulang dari mbarang (Ngamen) di wilayah Dusun Josutan dan Ngruno.

 

Ritual Pemanggilan Roh | Sejarah Gunung Pentul Tempo Dulu

 

Pada masa itu, aktivitas mbarang dilakukan dengan atraksi menari, diiringi musik gamelan yang didalamnya juga dilakukan ritual pemanggilan roh-roh atau makhluk gaib. Dalam perkembangannya, kegiatan mbarang kerap dianalogikan sebagai Jathilan.

 

Penulis tidak bermaksud menganalogikan kesenian Jathilan masa kini, dengan kegiatan mbarang sebagaimana dimaksud dituturkan di atas, sebagai sebuah ritual pemanggilan roh-roh atau makhluk halus. Akan tetapi terjadi penganalogian sedemikian yang dapat dilihat dari keadaan dimana sebagian masyarakat di Wilayah Gunung Pentul tidak berkenan nanggap kesenian jathilan sehingga kini, mendasarkan pada penuturan sejarah tersebut.

 

Diyakini, para pelaku mbarang pada waktu itu kebanyakan tidak menganut kepercayaan terhadap suatu agama tertentu, mereka berpegang pada animisme dan aliran kepercayaan.

Maka dari itu, pada saat para sesepuh melihat rombongan yang melintas membawa perlengkapan mbarang, seperti Jaran Kepang, Pecut, Penthul / topeng, dan Caplokan (barongan), dimintalah semua benda tersebut oleh para sesepuh (Eyang Tanugati, Joko Klantung, Eyang Gadung Mlati, Kyai Ahmad Dimang, dan Den Bagus Gentho).

Benda-benda tersebut kemudian dikubur persis di tempat yang mereka gunakan untuk musyawarah itu. Penguburan Jaran Kepang, Pecut, Penthul (Topeng), dan Caplokan atau Barongan tersebut bertujuan untuk menghentikan pemanfaatan benda-benda tersebut sebagai sarana ritual pemanggilan roh dan makhluk halus.

Cara mengubur barang-barang itu dilakukan dengan menyusun dari bawah ke atas. Paling bawah atau yang pertama adalah Jaran Kepang sebagai alas, kemudian diatasnya Barongan  yang dililit pecut, dan terakhir pada bagian paling atas ditutup dengan menggunakan Topeng Pentul.

Manifestasi dari penguburan benda-benda tersebut, sampai hari ini masih dapat dilihat dari susunan bebatuan yang ada di puncak sebuah bukit di Pedukuhan Gunung Pentul, yang dikenal dengan sebutan Puthuk Penthul.

 

Puthuk Penthul Cikal Bakal Sejarah Pedukuhan Gunung Pentul

 

Disebutlah nama tempat yang digunakan untuk mengubur barang-barang (sarana ritual pemanggilan roh halus) itu dengan sebutan Puthuk Penthul. Puthuk dalam bahasa lokal merupakan sebutan bagi area puncak suatu perbukitan (Kawasan Puncak Bukit), sedangkan Penthul adalah sejenis topeng kesenian yang pada zaman dahulu diyakini digunakan sebagai sarana ritual pemanggilan roh-roh halus. Puthuk Penthul bermaksud kawasan puncak bukit tempat mengubur topeng Penthul.

Seiring berjalannya waktu, kawasan yang terdiri atas wilayah perbukitan /pegunungan itu lebih dikenal dengan sebutan Gunung Pentul.

Berkaitan dengan cerita sejarah asal mula Pedukuhan Gunung Pentul tersebut, sampai saat ini masih ada sebagian warga masyarakat Pedukuhan Gunung Pentul yang tetap menjunjung tinggi amanah dari para sesepuh, untuk tidak mengadakan kesenian Jatilan di wilayah tersebut.

Akhir cerita dari sejarah berdirinya pedukuhan Gunung pentul yang kami ketahui dari penuturan beberapa Nara sumber adalah wafatnya Eyang Tanugati yang diyakini terjadi pada tahun Saka 1401 atau tahun 1479 Masehi.  

Dalam versi penuturan sejarah yang lain, Joko Klantung yang merupakan seorang murid dari Eyang Tanugati, tidak pernah diketahui kapan dan dimana tokoh sesepuh Pedukuhan Gunung Pentul tersebut wafat. Keberadaanya hilang begitu saja bagaikan ditelan bumi, tidak pernah diketemukan jasad, makam dan kuburnya.

Itulah informasi sejarah Babad Pedukuhan Gunung Pentul yang dirangkum dari berbagai sumber, sebagai bagian dari catatan perjalanan sejarah Desa Karangsari.

 

Beri Komentar
Komentar baru terbit setelah disetujui oleh admin
CAPTCHA Image

APBDes 2023 Pelaksanaan

Pendapatan
Rp1,743,363,971 Rp1,873,569,697
93.05%
Belanja
Rp2,758,756,202 Rp2,983,190,231
92.48%

APBDes 2023 Pendapatan

Hasil Usaha Desa
Rp105,950,000 Rp194,581,207
54.45%
Hasil Aset Desa
Rp24,946,560 Rp22,473,703
111%
Dana Desa
Rp1,473,021,000 Rp1,473,021,000
100%
Bagi Hasil Pajak Dan Retribusi
Rp139,446,411 Rp183,493,787
76%

APBDes 2023 Pembelanjaan

Bidang Penyelenggaran Pemerintahan Desa
Rp1,041,477,574 Rp1,178,679,983
88.36%
Bidang Pelaksanaan Pembangunan Desa
Rp1,237,885,628 Rp1,246,720,824
99.29%
Bidang Pembinaan Kemasyarakatan
Rp37,477,000 Rp104,101,224
36%
Bidang Pemberdayaan Masyarakat
Rp290,716,000 Rp296,238,200
98.14%
Bidang Penanggulangan Bencana, Darurat Dan Mendesak Desa
Rp151,200,000 Rp157,450,000
96.03%